MORBIDITAS
DAN MORTALITAS PADA PENDUDUK USIA MUDA, USIA PRODUKTIF, DAN USIA LANJUT
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Demografi
Teknik
Dosen
Pengajar:
Dr. ROSALINA KUMALAWATI, S.Si, M.Si
Oleh :
Disusun
Oleh :
FEMININ DWI AYUNING TYAS
(A1A513039)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Morbiditas dalam arti sempit dimaksudkan
sebagai peristiwa sakit atau kesakitan. Dalam arti luas, morbiditas mempunyai
pengertian yang jauh lebih kompleks, tidaksaja terbatas pada statistic atau
ukuran tentang peristiwa-peristiwa tersebut, tetapi juga faktor yang
memengaruhinya (determinant factor),seperti faktor sosial, ekonomi, dan
budaya.(Lembaga Demografi FEUI, 2010:99)
Mortalitas diartikan sebagai kematian yang
terjadi pada anggota penduduk. Berbeda halnya dengan penyakit dan kesakitan,
yang dapat menimpa manusia lebih dari satu kali, mortalitas hanya dialami
sekali dalam hidup seseorang. (Lembaga Demografi FEUI, 2010:100)
Angka tingkat sakit mempunyai peranan penting
yang lebih penting dibandingkan dengan angka kematian. Karena apabila angka
kesakitan tinggi maka akan memicu kematian sehingga menyebabkan angka kematian
juga tinggi. Angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan yang
sesungguhnya sebab mempunyai hubungan yang erat dengan faktor lingkungan
seperti kemiskinan, kurang gizi, penyakit infeksi, perumahan, air minum yang
sehat, kebersihan lingkungan, dan pelayanan kesehatan. (Suharwati,dkk, 2013:1)
Tingkat morbiditas
dan mortalitas berbeda pada setiap kelompok umur. Morbiditas dan mortalitas
dipengaruhi oleh penyakit seperti penyakit menular, penyakit tidak menular dan
kecelakaan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
penduduk. Pada penduduk usia muda ada beberapa
penyakit yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas, yaitu diare, ISPA dan
pneumonia. Pada penduduk usia produktif ada beberapa penyakit yang mempengaruhi
morbiditas, yaitu penyakit jantung, TBC, hipertensi dan kecelakaan lalu lintas.
Dan pada penduduk usia lanjut banyak ditemui penyakit degenerative.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, penulis mencoba mengemukakan beberapa permasalahan pokok,
yaitu:
- Apa saja penyebab morbiditas dan mortalitas pada penduduk usia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-59 tahun) dan usia lanjut (60 tahun keatas)?
- Apa saja faktor-faktor penyebab morbiditas dan mortalitas penduduk?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin di capai adalah:
- Dapat mengetahui penyebab morbiditas dan mortalitas pada penduduk usia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-59 tahun) dan usia lanjut (60 tahun keatas).
- Dapat mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab morbiditas dan mortalitas penduduk.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Morbiditas
dan Mortalitas pada Penduduk Usia Muda (0-14 Tahun)
Pada SDKI tahun 2007 dibahas mengenai
prevalensi dan pengobatan penyakit pada anak. SDKI mengumpulkan data beberapa
penyakit infeksi utama pada anak umur di bawah lima tahun (balita), seperti
infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pneumonia, diare, dan gejala demam. (Kemenkes
RI, 2011)
Suharwati, dkk (Kardjati, 1985:32-33) Angka
kesakitan merupakan masalah kesehatan penting terutama bagi anak-anak dibawah
umur 5 tahun (balita) karena kesakitan paling sering ditemukan pada golongan
anak usia dini dimana pada usia tersebut balita sangatlah rentan terserang
penyakit. Angka kesakitan ialah jumlah kejadian suatu penyakit yang dirumuskan
sebagai jumlah anak yang sakit per 1000 anak yang bisa terkena penyakit.
Beberapa penyakit
yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penduduk usia muda antara lain,
sebagai berikut:
- Diare
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai negara teru-tama di negara berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare. Kematian yang disebabkan diare di antara anak – anak terlihat menurun dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Pada saat ini angka kematian yang disebabkan diare adalah 3,8 per 1000 per tahun, median insidens secara keseluruhan pada anak usia dibawah 5 tahun adalah 3,2 episode anak per tahun. (Magdarina, 2011)WHO melaporkan bahwa penyebab utama kematian pada balita adalah Diare (post neonatal) 14% dan Pneumonia (post neo-natal) 14% kemudian Malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4% injuri (post neonatal) 3%, HIVAIDS 2%, campak 1% , dan lainnya 13%, dan kematian yang bayi <1 bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur <1 bulan akibat Diare yaitu 2%.16 Terlihat bahwa Diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia.(Magdarina, 2011)Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit diare menduduki urutan ke dua dari penyakit infeksi dengan angka morbiditas sebesar 4,0% dan mortalitas 3,8%.7 Dilaporkan pula bahwa penyakit Diare menempati urutan tertinggi penyebab kematian (9,4%) dari seluruh kematian bayi.(Magdarina,2011)Anak-anak adalah kelompok usia rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada kelompok anak usia dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak. (Magdarina, 2011)Namun penyebab kematian akibat Diare pada balita pada SKRT 2003 (19%), angka ini ditemukan lebih tinggi pada Riskesdas 2007 yaitu 25,2% dan menduduki urutan pertama / tertinggi. Demikian pula kelompok umur 29 hari-11 bulan (31,4%), juga menduduki urutan pertama/ tertinggi. Dalam hal ini ditemukan adanya peningkatan yang cukup tinggi pro-porsi kematian balita akibat Diare. Peningkatan proporsi dapat dikatakan masih kurangnya pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan ( RS, puskesmas, puskesmas pembantu, dokter praktek dan bidan praktek) oleh masyarakat karena jaraknya jauh dan waktu tempuh yang lama yaitu masih besarnya proporsi rumah tangga dengan jarak >5 km ke sarana pelayanan kesehatan di pedesaan , demikian pula proporsi rumah tangga dengan >30 menit. Meskipun di pedesaan proporsi jarak rumah tangga ke Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) jauh lebih besar yaitu 78,9%, yang memanfaatkan posyandu hanya 27,3%.9 Terlihat masih kurangnya pengetahuan dan perhatian masyarakat terhadap kesehatan.(Magdarina, 2011)Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah penanganan yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu penanganan yang cepat dan tepat.Dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, berdasarkan kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan kejadian tertinggi atau paling sering terjadi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7 % dan <1 tahun yaitu 16,5%. Kemudian pada kelompok umur 5-14 tahun mengalami penurunan kejadian diare yaitu 9 %.Faktor hygiene dan sanitasi lingkungan, kesadaran orang tua balita untuk berperilaku hidup bersih dan sehat menjadi faktor yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita. Didapatkan bahwa penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare yaitu 31,4%. Demikian pula penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare yaitu 25,2%. (Kemenkes RI, 2011)Dari Survei morbiditas diare tahun 2010 oleh Kemenkes dapat diketahui bahwa proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54 – 59 bulan yaitu 2,06%. Dengan demikian seperti yang diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi. (Kemekes RI, 2011)Diare berkait an erat dengan sanitasi, akses terhadap air bersih dan perilaku hidup sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat. (Magdarina, 2011)Menurut hasil SDKI tahun 2007, 51% anak balita yang diare dalam dua minggu sebelum survei dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan, sama seperti temuan dalam SDKI 2002-2003. Pengobatan diare beragam menurut umur anak, bayi di bawah umur 6 bulan cenderung tidak dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan dibanding kelompok umur lainnya. Anak laki-laki sedikit lebih banyak yang dibawa ke fasilitas kesehatan dibanding anak perempuan. Ada hubungan antara pengobatan diare dengan pendidikan ibu dan status ekonomi rumah tangga. Semakin tinggi pendidikan ibu dan semakin tinggi tingkat ekonomi rumah tangga, semakin tinggi persentase anak yang diare yang mendapat perawatan dari tenaga kesehatan dibanding dengan anak lainnya. (Magdarina, 2011)Menurut Lee Yong-Wok, dengan meningkatkan suplai air bersih dapat mengurangi angka kesakitan Diare 6% - 25%, termasuk memperhatikan faktor-faktor terkait lainnya.4 Di Indonesia, secara nasional terdapat 16,2% rumah tangga yang pemakaian air bersihnya masih rendah yaitu 5,4% tidak memiliki akses pada air bersih dan 10,8% akses terhadap air bersih masih kurang, berarti mempunyai risiko tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan/penyakit.(Magdarina, 2011)Ada hubungan negatif antara kejadian diare dengan tingkat pendidikan ibu dan indeks kekayaan kuantil. Semakin pendidikan ibu meningkat dan semakin tinggi indeks kekayaan kuantil rumah tangga, semakin rendah prevalensi diare. Tidak ada pola yang khas antara prevalensi diare dan sumber air minum serta fasilitas kakus. Terlihat bahwa persentase diare lebih rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih, yaitu yang memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau (18,4%). (Magdarina, 2011)2. ISPA dan PneumoniaWHO (Kemenkes RI, 2012) hingga saat ini Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian pada anak di negara sedang berkembang. ISPA ini menyebabkan 4 dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah lima tahun setiap tahunnya.WHO (Wiyatiningrum, 2010) penyakit ISPA mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPaA) dan saluran napas bagian bawah (ISPbA) beserta adneksanya. ISPaA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya otitis media yang merupakan penyebab ketulian. Sedangkan hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA) dan yang paling sering adalah pneumonia.Menurut Jamal (Wiyatiningrum, 2010) Di Indonesia 150.000 balita meninggal tiap tahun akibat pneumonia, karena berbagai kesulitan geografis, budaya dan ekonomi yang dialami penduduk dalam menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan. Diperkirakan 11-22% balita yang menderita batuk atau kelainan bernafas tidak dibawa berobat sama sekali.Di Indonesia ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada Balita. Setiap anak diperkirakan mengalami tiga sampai enam episode ISPA setiap tahunnya dan mengakibatkan sekitar 20-30% kematian (Rasmaliah, 2004). Kematian pada Balita (berdasarkan Survei Kematian Balita tahun 2005) sebagian besar disebabkan karena pneumonia 23,6%. (Wiyatiningrum, 2010). Menurut Rasmaliah (2004) Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.Menurut Prabu Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi: umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA (Prabu, 2009).Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyebab kematian anak yang paling umum di negara berkembang. Hampir semua kematian karena ISPA pada anak adalah akibat ISPA bagian bawah terutama Penumonia.B. Morbiditas dan Morbilitas pada Penduduk Usia Produktif (15-59 Tahun)Angka kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke 15,9% yang merupakan penyebab utama kematian, diabetes melitus 14,7%, penyakit jantung iskemik 8,7%, hipertensi dan penyakit jantung lain masing-masing 7,1%, kecelakaan lalu lintas 5,2%, kanker (payudara, leher rahim, dan rahim) 4,8%, penyakit saluran nafas bawah kronik (3,2%), sedangkan di pedesaan akibat stroke 11,5% yang menempati peringkat kedua setelah TB, hipertensi 9,2%, penyakit jantung iskemik 8,8%, diabetes melitus 5,8%, kanker 4,4%, dan penyakit saluran pernafasan bawah kronik 4,2%.Sementara itu angka kematian pada kelompok usia 55-64 tahun di daerah perkotaan akibat stroke 26,8% sebagai penyebab utama kematian, hipertensi 8,1, penyakit jantung iskemik 5,8%, penyakit saluran pernafasan bawah kronik 5,1%, penyakit jantung lain 4,7%, dan kanker 3,2%. Sedangkan di pedesaan akibat stroke 17,4% juga sebagai penyebab utama kematian, hipertensi 11,4%, penyakit jantung iskemik 5,7%, penyakit jantung lain 5,1%, penyakit saluran pernafasan bawah kronik 4,8%, dan kanker 3,9%.Setiap tahun, PTM menyebabkan hampir 60% kematian di Indonesia, sebagian besar berusia dibawah 60 tahun, yang juga berdampak negatif terhadap produktivitas dan pembangunan, dengan demikian juga akan menyebabkan kemiskinan karena menghabiskan waktu dan biaya yang besar untuk pengobatan.Beberapa penyakit yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penduduk usia produktif antara lain, sebagai berikut:1. KankerKematian orang dewasa umumnya disebabkan karena penyakit menular, penyakit degeneratif, kecelakaan atau gaya hidup yang beresiko terhadap kematian (BPS, 2008). Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang disebabkan gaya hidup dan pola makan yang salah. Seperti diungkapkan oleh Syahruddin (2006) bahwa konsumsi alkohol, rokok dan obat-obatan, kurang bergerak/olahraga dan obesitas (kegemukan), cara diet yang salah (terlalu banyak 11 menkonsumsi makanan tinggi lemak dan protein, serta rendah serat) dapat memicu tumbuhanya sel-sel kanker.Laki-laki usia 40 tahun atau lebih dan perokok serta perempuan perokok pasif memiliki resiko tertinggi untuk terkena kanker paru-paru. Kanker paru menjadi penyebab kematian perempuan melebihi kanker lainnya (Syahruddin, 2006). Kanker servik (Cervical Cancer) atau kanker pada leher rahim biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukan bahwa kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun (Riono, 2008). Selain penyakit-penyakit yang berbahaya tersebut, gangguan kejiwaan yang seringkali menyerang orang dewasa juga merupakan faktor yang berperan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Seperti diungkapkan National Association of State Mental Health Program Directors –NASMHPD- (2006) bahwa orang-orang yang menderita serious mental illness (SMI) meninggal pada usia rata-rata 25 tahun lebih muda daripada orang pada umumnya. Salah satu penyebab gangguan kejiwaan ini antara lain adalah kemiskinan, dan faktor lingkungan yang kumuh.2. JantungHasil survei kesehatan nasional pada tahun 2001 menunjukkan bahwa : 26,3% penyebab kematian adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, kemudian diikuti oleh penyakit infeksi, pernafasan, pencernaan,neoplasma dan kecelakaan lalu lintas. (Supriono, 2008)Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan pembuluh darah telah menggantikan peran penyakit tuberkulosis paru sebagai penyakit epidemik di negara-negara maju, terutama pada laki-laki. Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 1999 sedikitnya 55,9 juta atau setara dengan 30,3 % kematian diseluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung.Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK). Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab kematian. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9 %, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1 %, tahun 1986 melonjak menjadi 16 % dan tahun 1995 meningkat menjadi 19 %. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4 %, dan sampai dengan saat ini PJK juga merupakan penyebab utama kematian dini pada sekitar 40 % dari sebab kematian laki-laki usia menengah.Tanda dan gejala klinik PJK pada usia dewasa muda (young adults) jarang sekali dinyatakan oleh pasien secara langsung, tanda dan gejalanya tidak khas dan asymptomatic. Banyak studi menunjukkan hanya sekitar 3,0 % dari semua kasus PJK terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Yang menjadi ciri khas dan merupakan faktor tunggal yang berhubungan kuat atas kejadian PJK pada usia dewasa muda adalah merokok sigaret. Kannel et al. menemukan pada pasien yang menjadi kajian pada Framingham Heart Study, risiko relatif tejadinya PJK tiga kali lebih tinggi pada perokok usia 35 s.d 44 tahun dibandingkan dengan yang bukan perokok Pola timbulnya penyakit PJK menarik para ahli peneliti medis. Diantaranya dari Framingham Heart Study, USA, suatu institusi yang amat terkenal dalam penyakit kardiovaskuler, mereka berpendapat bahwa PJK bukanlah penyakit manusia lanjut usia (manula) atau nasib buruk yang tidak dapat dihindari (31). Dalam hubungan ini dikenal adanya “Faktor Risiko PJK”, yaitu kondisi yang berkaitan dengan meningkatnya risiko timbulnya PJK. Faktor risiko tersebut diantaranya adalah tekanan darah, merokok, lipid, diabetes mellitus, obesitas, dan riwayat kelurga dengan penyakit jantung.(39)Merokok sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2 sampai 3 kali.(46) Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok.(31) Meskipun terdapat penurunan yang progresif proporsi pada populasi yang merokok sejak tahun 1970-an, pada tahun 1996 sebesar 29 % laki-laki dan 28 % perempuan masih merokok. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah prevalensi kebiasaan merokok yang meningkat pada remaja, terutama pada remaja perempuan. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok.Faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi terjadinya PJK adalah faktor lingkungan yang berhubungan dengan lingkungan kerja sebagai penyebab terjadinya stress, dan terdapat hubungan yang saling berkaitan antara stress dan abnormalitas meabolisme kolesterol. Pola hidup yang berhubungan dengan pola diet lemak (konsumsi lemak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi lemak tak jenuh), aktivitas fisik, obesitas, kebiasaan merokok dan konsumsi alcohol diduga memberikan kontribusi pula terhadap kejadian PJK. Faktor pola hidup seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan pendapatan.faktor demografik yang meliputi umur,jenis kelamin, obesias, faktor pola hidup yang meliputi aktivitas fisik atau kebiasaan berolah raga, pola konsumsi makanan berlemak, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, pemakaian kontrasepsi hormonal pada wanita, riwayat PJK pada keluarga, hipertensi dan penyakit dibetes mellitus pada seseorang serta kelas sosial.Bertitik tolak dari uraian diatas, penelitian faktor-faktor risiko terhadap kejadian PJK pada kelompok usia muda akan sangat penting dalam setiap upayaupaya pencegahan dan peningkatan kualitas hidup pada usia produktif.Pada survei rumah tangga mengenai kesehatan yang telah dilakukan oleh Badan Litbang Depkes RI, penyakit kardiovakuler angka prevalensinya bergeser dari urutan ke-9 pada tahun 1972, menjadi urutan ke-6 pada tahun 1980 dengan 5,9 kasus per 1000 penduduk. Secara spesifik prevalensi penyakit kardiovaskuler khususnya infarct myocard pada kelompok umur kurang dari 40 tahun sebesar 3,1 % dan pada kelompok umur 40 s.d 49 tahun sebesar 19,9 %.(19)PJK pada usia dewasa muda menurut data dari survei pendahuluan di Instalasi Jantung dan Pembuluh Darah RSUP dr.Kariadi Semarang tahun 2007 prosentasenya sebesar 9% dari 539 orang, tahun 2008 16,4 % dari 610 13 orang dengan PJK dan tahun 2009 naik dengan signifikan menjadi 26,8% dari 697 orang dengan PJK.Berdasarkan uraian diatas, penelitian faktor-faktor risiko terhadap kejadian PJK pada kelompok usia muda akan sangat penting dalam setiap upaya-upaya pencegahan dan peningkatan kualitas hidup pada usia produktif.3. TBCTuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di Indonesia dan Negara-negara sedang berkembang lainnya cukup tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun. (Saptawati,2012)Data yang diperoleh pada penelitian ini memperlihatkan bahwa responden terbanyak adalah kelompok umur 35-44 yaitu 12 orang (12/45). Data tersebut sesuai dengan laporan dari Sub Direktorat TB Depkes RI tahun 2006, yang menyatakan bahwa infeksi TB sebagian besar diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun ).3 Data yang dikeluarkan oleh Depkes RI (2001) juga menunjukkan bahwa 75% penderita TB paru berada pada kelompok usia produktif (15–50 tahun) dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah.18 Kondisi tersebut tentu saja akan sangat berdampak pada perekonomian keluarga, masyarakat dan negara.19 Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial bahkan dikucilkan oleh masyarakat .20 Berdasarkan jenis kelamin, responden terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki yaitu 33 orang (33/45) dan 13 orang (13/45) berjenis kelamin perempuan. Infeksi TB memang cenderung lebih sering diderita oleh laki-laki dibandingkan wanita. Hal ini antara lain disebabkan karena faktor kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko infeksi TB paru sebanyak 2,2 kali. (Saptawati, 2012)Frekuensi penderita TB paru yang menjalani program pengobatan rawat jalan di BP4 Yogyakarta Unit Minggiran terbanyak adalah usia produktif, antara 21–30 tahun, sebesar 52%. Insidens tertinggi TB paru biasanya mengenai usia dewasa muda, antara 15–44 tahun. Sekitar 95% penderita TB paru berada di negara berkembang, dimana 75% diantaranya adalah usia produktif. (Ratnasari, 2012)Jumlah penderita laki-laki lebih tinggi dari perempuan, yaitu sebesar 54%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tentang tampilan kelainan radiologik pada orang dewasa yang menyatakan bahwa laki- laki mempunyai kecenderunganlebih rentan terhadap faktor risiko TB paru. Hal tersebut dimungkinkan karena laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas sehingga lebih sering terpajan oleh penyebab penyakit ini (Ratnasari, 2012).4. Kecelakaan Lalu LintasCedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram,2007)Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007)Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di seluruh dunia. Riskesdes 2007, Proporsi cedera tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta, dialami oleh kelompok umur dewasa (15-59 tahun),lebih tinggi pada laki-laki, semakin tinggi tingkat pendidikan maka cedera makin besarKasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif – non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian / kelumpuhan pada usia dini (Osborn, 2003).Angka kejadian cedera kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar benar rujukan yang terlambat (Smeltzer & Bare, 2002).Menurut penelitian nasional Amerika Guerrero et al (2000) penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.Menurut kelompok umur, cedera akibat kecelakaan lalu lintas mayoritas dialami oleh kelompok umur dewasa (15-59 tahun) yaitu sebesar 38,8% dan untuk masing-masing untuk kelompok umur. Selanjutnya diikuti oleh proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas pada lanjut usia (lansia) yaitu 13,3% dan anak-anak sekitar 11,3 %.5 Cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi pada laki-laki yaitu 31,9% dibandingkan dengan perempuan yaitu sekitar 19,8%.5 Adapun menurut tingkat pendidikan, cedera akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka proporsi cedera makin besar.5 Berdasarkan pada status pekerjaan, proporsi cedera karena kecelakaan lalu lintas paling banyak ditemukan pada yang bekerja sebagai pegawai yaitu 55%, wiraswasta sekitar 46,9% dan pekerja lainnya sekitar 42,7%.5 Menurut tipe daerah, proporsi kejadian cedera akibat kecelakaan transportasi lebih tinggi pada wilayah perkotaan yaitu sebesar 30,4% dibandingkan dengan di pedesaan yaitu sekitar 24,2%.Menurut status ekonomi berdasarkan tingkat pengeluaran per kapita menunjukkan semakin tinggi status ekonomi maka semakin tinggi pula proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas.Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Arif, 2000).5. HipertensiHipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal. Hasil Riskesdas 2007 menyebutkan, bahwa stroke, hipertensi dan penyakit jantung meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, dimana stroke menjadi penyebab kematian terbanyak 15,4 persen, kedua hipertensi 6,8 persen, penyakit jantung iskemik 5,1 persen, dan penyakit jantung 4,6 persen. (Yeni, dkk. 2010)Hipertensi memang dewasa ini menjadi masalah global karena kecenderungan prevalensinnya semakin meningkat dan menjadi ancaman semua orang. Pola struktur yang berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan gaya hidup, aktifitas fisik, dan stres.Data Riskesdas 2007 juga disebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30 persen dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan sekitar 52 persen dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 48 persen.2 Umumnya penderita hipertensi adalah orang yang berusia diatas 40 tahun, namun pada saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang usia muda. Hipertensi pada wanita usia subur sebagian besar terjadi pada usia 25 – 45 tahun, dan hanya pada 20 persen terjadi dibawah usia 20 tahun.3 (Yeni, dkk.2010)Hasil Riskesdas tahun 2007 di Indonesia prevalensi hipertensi 32,2%, sedangakan menurut kelompok umur hipertensi umur > 18 tahun adalah 29,8%. Berdasarkan penelitian Rasmaliah dkk (2004) di Pekan Labuhan diketahui bahwa prevalensi Hipertensi penduduk usia ≥ 26 tahun sebesar 26,4 % . Bila ditinjau dari perbandingan antara jenis kelamin, ternyata angka prevalensinya sangat bervariasi.Menurut M.N. Bustan (1997) wanita lebih banyak menderita hipertensi di banding dengan pria. Sedangkan menurut Nurkhalida (2003) Hipertensi lebih banyak diderita oleh pria dibanding wanita. Menurut Arief Mansjoer, dkk (2001) pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi.Terdapat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan, ini dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang selalu menginginkan kehidupan yang serba instant. Perbandingan antara perempuan dan pria bila ditinjau, ternyata hipertensi yang disebabkan oleh pengaruh gaya hidup ini juga lebih banyak terjadi pada wanita, khususnya wanita usia subur. Wanita usia subur merupakan wanita yang berusia 15-45 tahun, pada masa ini sering terjadi perubahan hormonal didalam tubuh yang disebabkan karena pola hidup yang salah. Hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta atau komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Terdapat 478 kasus pada usia subur, yaitu pada usia 15-45 tahun, untuk hipertensi pada wanita usia subur berjumlah 466 orang. Jumlah tersebut tergolong tinggi, hal ini disebabkan karena wanita pada usia subur kurang memperhatikan kesehatan, misalnya gaya hidup yang tidak sehat seperti penggunaan obat – obatan hormonal atau konsumsi makanan – makanan cepat saji. Terlihat bahwa dengan bertambahnya usia maka kemungkinan untuk terjadinya hipertensi akan semakin tinggi. Laki – laki lebih banyak menderita hipertensi pada usia 40 tahun keatas. (Yeni, dkk, 2010)C. Morbiditas dan Mortalitas pada Penduduk Usia Lanjut ( 60 Tahun Keatas)Secara fisik, daya tahan tubuh manusia yang menjadi tua akan semakin lemah. Sekitar 75 persen dari orang tua yang berumur di atas 65 tahun menderita sekurang-kurangnya satu penyakit menahun. (Yustina, 2004)Penyakit yang paling sering dijumpai pada orang tua adalah penyakit kardiovaskuler, kanker, athris dan penyakit sendi lain, gangguan metabolic, penyakit autoimun, diabetes dan penyakit syaraf yang mempengaruhi otak dan medulla spinalis. (Yustina, 2004)Angka kesakitan pada penyakit tidak menular seperti kanker, kardiovaskuler dan penyakit degenerative lainnya memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Demikian juga halnya dengan gangguan jiwa serta penyakit yang disebabakan penyalahgunaan obat atau zat yang bersifat aditif. (Yustina, 2004)Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga ren-tan terkena infeksi penyakit menular. Penyakit tidak menular pada lansia di antaranya hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan radang sendi atau rematik. Sedangkan penyakit menular yang diderita adalah tuberkulosis, diare, pneumonia dan hepa-titis.(Kemenkes RI, 2013)Angka kesakitan (morbidity rates) lansia adalah proporsi penduduk lansia yang mengalami masalah kesehatan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari selama satu bulan terakhir. Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan tergolong sebagai indikator kesehatan negatif. Semakin rendah angka kesakitan, menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik. (Kemenkes RI, 2013)Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2012 sebesar 26,93% artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 27 orang di antaranya mengalami sakit. Bila dilihat perkembangannya dari tahun 2005-2012, derajat kesehatan penduduk lansia men-galami peningkatan yang ditandai dengan menurunnya angka kesakitan pada lansia seperti tampak pada gambar di bawah ini.(Kemenkes RI, 2013)Berdasarkan Susenas 2012, separuh lebih lansia (52,12%) mengalami keluhan kesehatan sebulan terakhir, dan tidak ada perbedaan lansia yang mengalami keluhan kesehatan berdasarkan jenis kelamin (laki-laki 50,22%; perempuan 53,74%).Secara umum derajat kesehatan penduduk lansia masih rendah, yang dapat dilihat dengan peningkatan persentase penduduk lansia yang mengalami keluhan kesehatan dari tahun 2005-2012.(Kemenkes RI, 2013)Faktor yang juga mempengaruhi kondisi fisik dan daya tahan tubuh lansia adalah pola hidup yang dijalaninya sejak usia balita. Pola hidup yang kurang sehat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh, masalah umum yang dialami adalah rentannya terhadap berbagai penyakit. (Kemenkes RI, 2013)Di dalam Susenas dikumpulkan informasi mengenai jenis keluhan kesehatan yang umum seperti pada gambar di bawah ini. Keluhan kesehatan yang paling tinggi adalah jenis keluhan lainnya (32,99%). Jenis keluhan lainnya di antaranya keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes. Kemudian jenis keluhan yang juga banyak dialami lansia adalah batuk (17,81%) dan pilek (11,75%).(Kemenkes RI, 2013)D. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Morbiditas dan Mortalitas PendudukDari pembahsan diatas tentang morbiditas dan mortalitas penduduk usia muda, produktif dan lanjut. Dapat diketahui faktor-faktor penyebab Morbiditas dan mortalitas penduduk, antara lain:1. Pendidikan dan pengetahuanTingkat pendidikan berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas penduduk. Seperti dapat kita lihat dalam pembahasan tentang morbiditas dan mortalitas penduduk usia muda (0-14 tahun) terjadi peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada balita karena kurangnya pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat karena masih kurangnya pengetahuan dan perhatian masyarakat terhadap kesehatan. Selain itu pencegahan, penanggulangan dan penanganan yang kurang tepat dan cepat pada kasus diare, pneumonia dan ISPA yang di karenakan kurangnya pengetahuan penduduk terutama pengetahuan ibu dalam penanganan penyakit-penyakit tersebut, sehingga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada penduduk usia muda. Pada kasus diare yang terjadi pada penduduk usia muda dapat dilihat adanya hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita. Semakin tinggi pendidikan ibu maka prevalensi diare juga rendah. Dan begitupun sebaliknya, semakin rendah pendidikan ibu maka prevalensi diare juga tinggi.Selain pada penduduk usia muda, tingkat pendidikan juga mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada penduduk usia produktif dan lanjut. Tingginya morbiditas dan mortalitas penduduk usia produktif disebabkan karena kurangnya kesadaran penduduk untuk hidup sehat, karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat pola hidup atau kebiasaan yang kurang sehat. Sehingga pada penduduk usia produktif banyak ditemui penyakit-penyakit akibat pola hidup dan kebiasaan yang kurang sehat.Tingkat pendidikan penduduk yang tinggi maka akan meningkatkan kesadaran penduduk tentang pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat. Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih sering memperhatikan dan memeriksakan kesehatan keluarga, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penduduk.Pada pembahasan morbiditas dan mortalitas penduduk usia muda diketahui ada hubungan negatif antara kejadian diare dengan tingkat pendidikan ibu dan indeks kekayaan kuantil. Semakin pendidikan ibu meningkat dan semakin tinggi indeks kekayaan kuantil rumah tangga, semakin rendah prevalensi diare.Pada pembahasan morbiditas dan mortalitas penduduk usia produktif selain dikarenakan pengetahuan akan pentingnya menjalankan pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan sehat diketahui mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif dikarenakan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah. Penanganan pertama atau rujukan yang terlambat pada saat kecelakaan dapat menigkatkan morbiditas dan mortalitas penduduk usia produktif. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan penduduk tentang bagaimana standart keamanan dan keselamatan dalam berkendara. Banyak ditemukan penduduk yang mengemudikan atau mengendarai kendaraan tanpa memperhatikan prosedur keamaan, seperti tidak menggunakan helm saat mengendarai motor, kurangnya pengetahuan tentang rambu lalu lintas dan kurang memperhatikan kondisi mesin.Tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk sangat berpengaruh pada faktor-faktor penyebab morbiditas dan mortalitas penduduk lainnya seperti ekonomi dan lingkungan. Sekamin tingkat pendidikan yang tinggi, secara tidak langsung tingkat pendapatan seseorang juga semakin tinggi.2. EkonomiFaktor ekonomi juga memiliki peran yang sangat penting dalam morbiditas dan mortalitas penduduk. Tingkat pendapatan penduduk berkaitan dengan tingkat pendidikan penduduk. Semakin tinggi pendapatan penduduk maka tingkat pendidikan penduduk juga bisa dikatakan tinggi. Karena dengan pendapatan yang tinggi maka seseorang memiliki peluang yang tinggi pula dalam meraih pendidikan. Tingkat pendidikan dan pendapatan penduduk saling berkaitan erat, dimana dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka tingkat pendapatan penduduk juga tinggi.Dengan pendidikan yang tinggi, maka kesadaran penduduk akan pentingnya menjaga kesehatan juga lebih tinggi. Penduduk tidak akan ragu dalam memeriksakan kesehatannya apabila memiliki tingkat pendapatan yang tinggi dan penduduk juga akan menggunakan pelayanan kesehatan secara optimal tanpa terkendala biaya. Sedangkan penduduk dengan pendapatan yang rendah lebih memilih untuk melakukan pengobatan dengan seadanya seperti membeli obat di warung. Tidak adanya penanganan lebih lanjut dan penanganan yang tepat terhadap penyakit-penyakit yang diderita dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada penduduk.Dalam pembahasan morbiditas dan mortalitas penduduk usia muda, diketahui ada hubungan antara pengobatan diare dengan pendidikan ibu dan status ekonomi rumah tangga. Semakin tinggi pendidikan ibu dan semakin tinggi tingkat ekonomi rumah tangga, semakin tinggi persentase anak yang diare yang mendapat perawatan dari tenaga kesehatan dibanding dengan anak lainnya.Faktor ekonomi erat kaitannya dengan masalah kemiskinan, tingginya morbiditas dan mortalitas pada penduduk akibat kemiskinan yang mempengaruhi kesehatan penduduk. Pada penduduk usia produktif morbiditas dan mortalitas bisa dikarenakan tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Banyak penduduk usia produktif memiki pekerjaan yang beresiko kesakitan dan kematian yang tinggi.3. Sosial budayaManusia merupakan makhluk sosial yang dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Kaitan morbiditas dan mortalitas dengan adanya hubungan sosial penduduk antara lain, yaitu Pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan seseorang terkadang juga dapat dipengaruhi oleh pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan orang lain. Pada penduduk usia produktif misalnya, banyak penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas penduduk karena pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, seperti merokok, mengkonsumsi makanan cepat saji, konsumsi alkohol, dan lain-lain. Faktor pola hidup seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan pendapatan.Dengan adanya interaksi sosial antar penduduk maka banyak kemungkinan terjangkitnya penyakit-penyakit menular seperti TBC. Pada pembahasan morbiditas dan mortalitas penduduk usia produktif diketahui bahwa jumlah penderita TBC yang paling tinggi adalah laki-laki, hal tersebut dikarenakan laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas yang berhubungan dengan masyarakat sehingga lebih sering atau memiliki kemungkinan yang lebih besar tertular penyakit.Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan status kesehatan penduduk khusunya pada penduduk usia muda yang merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat besar melalui pola hubungan anak dan keluarga serta nilai-nilai yang di tanamkan peningkatan status kesehatan anak juga berkaitan langsung dengan peran dan fungsi keluarga terhadap anaknya serta membesarkan anak, memberikan dan menyediakan makanan melindungi kesehatan anak.Pengaruh budaya juga sangat menentukan status kesehatan penduduk, dimana terdapat keterkaitan secara langsung antara budaya dan pengetahuan. Misalnya banyak penduduk yang lebih memilih berobat ke dukun saat sakit karena menganggap penyakit tersebut datang karena gangguan makhluk halus. Hal ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalias penduduk karena penanganan terhadap penyakit yang kurang tepat dan cepat akibat pemanfaatan pelayanan kesehatan yang kurang optimal.4. LingkunganLingkungan adalah salah satu faktor yang berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas penduduk, baik penduduk usia muda, produktif dan lanjut. Dalam pembahasan mengenai morbiditas dan mortalitas penduduk usia muda, diketahui meningkatkan pengetahuan masyarakat termasuk pengetahuan tentang hygiene kesehatan dan perilaku cuci tangan yang benar, dapat mengurangi angka kesakitan Diare. Diare berkaitan erat dengan sanitasi, akses terhadap air bersih dan perilaku hidup sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat.Dalam hal ini berarti ada kaitan antara tingkat pendidikan penduduk dengan kualitas lingkunangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk, maka kepedulian penduduk pada lingkungan juga semakin tinggi. Penduduk akan lebih memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungannya. Faktor hygiene dan sanitasi lingkungan, kesadaran orang tua balita untuk berperilaku hidup bersih dan sehat menjadi faktor yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita.Dari pembahasan penduduk usia muda diketahui penderita diare pada balita terbesar terdapat pada sumber air minum yang berasal dari air permukaan dan sumur tidak terlindungi. Hal ini menunjukkan bahwa sumber air minum yang berasal dari permukaan atau sumur yang tidak terlindungi lebih cepat dan mudah terkontaminasi.Pada penduduk usia muda diketahui rumah tangga yang pemakaian air bersihnya masih rendah tidak memiliki akses pada air bersih dan akses terhadap air bersih masih kurang, berarti mempunyai risiko tinggi untuk mengalami gangguan kesehatan/penyakit. Tidak ada pola yang khas antara prevalensi diare dan sumber air minum serta fasilitas kakus. Terlihat bahwa persentase diare lebih rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih, yaitu yang memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau.Dilihat dari penyakit ISPA dan pneumonia pada penduduk usia muda diketahui faktor lingkungan yang meliputi pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian.Dari pembahasan tentang morbiditas dan mortalitas penduduk diatas dapat terlihat jelas bahwa lingkungan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penduduk kaitannya dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan.Sedangkan pada penduduk usia produktif faktor lingkungan yang berhubungan dengan lingkungan kerja sebagai penyebab terjadinya stress dan pola hidup yang diduga memberikan kontribusi pula terhadap kejadian PJK. Faktor pola hidup seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan pendapatan.5. KesehatanKesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penduduk. Faktor kesehatan ini merupakan faktor utama yang dapat menentukan status kesehatan penduduk secara umum. Kesehatan dapat dipengaruhi oleh keturunan, misalnya dalam satu keluarga terdapat riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi, kanker dan lain-lain maka kemungkinan besar generasi berikutnya akan memiliki resiko mengidap penyakit tersebut yang dapat memengaruhi morbiditas dan mortalitas penduduk.Dalam pembahasan morbiditas dan mortalitas pada penduduk usia muda, dapat kita ketahui daya tahan tubuh penduduk usia muda khususnya balita masih lemah sehingga mudah terserang atau terinfeksi penyakit seperti diare. Selain itu faktor kesehatan pada penduduk usia muda ditentukan oleh status kesehatan anak itu sendiri, status gizi dan kondisi sanitasi.Dalam pembahasan morbiditas dan mortalitas pada penduduk usia lanjut, dapat kita ketahui bahwa kesehatan pada penduduk usia lanjut berkurang. Daya tahan tubuh manusia yang menjadi tua akan semakin lemah yang disebabkan penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh sehingga penduduk usia lanjut kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan penyakit degenerative yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada penduduk usia lanjut. Kesehatan pada penduduk usia lanjut juga dipengaruhi pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan penduduk saat usia muda dan produktif. Pola hidup dan kebiasaan-kebiasaan yang buruk pada penduduk pada saat usia muda dan produktif akan berdampak besar pada kehidupan penduduk pada usia lanjut.Kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti pendidikan, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya semakin tinggginya tingkat pendidikan penduduk, maka kesadaran untuk hidup sehat juga tinggi. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka penduduk akan sadar betapa pentingnya menjaga kesehatan, sehingga penduduk akan rutin memeriksakan kesehatannya. Selain itu dengan tingkat pendidikan penduduk yang tinggi, penduduk akan lebih cepat tanggap dalam menghadapi suatu penyakit dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan secara optimal sehingga penanganan suatu penyakit dapat dilakukan secara cepat dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penduduk.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanDari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa penyakit yang memengaruhi morbiditas dan mortalitas pada penduduk usia muda, usia produktif dan usia lanjut. Dan ada beberapa faktor-faktor yang memengaruhi morbiditas dan mortalitas penduduk, yaitu:1. Pendidikan dan Pengetahuan2. Ekonomi3. Sosial dan Budaya4. Lingkungan5. KesehatanB. SaranUntuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penduduk, maka harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penduduk. Langkah-langkah yang dapat harus ditempuh untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penduduk yaitu dengan meningkatkan pendidikan dan pengetahuan penduduk serta meningkatkan perekonomian penduduk.
DAFTAR PUSTAKASupriyono,Mamat.2008. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Kelompok Usia ≤45 Tahun. Semarang:Pascasarjanap UNPAD (Tesis).Yeni, dkk.2010. Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta Tahun 2009. Jurnal kesmas uad,vol.4, no. 2, juni: 76-143.Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2011.Situasi Diare di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2012.Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2013.Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.Saptawati, dkk. 2012. EVALUASI METODE FAST PlaqueTBTM UNTUK MENDETEKSI Mycobacterium tuberculosis PADA SPUTUM DI BEBERAPA UNIT PELAYANAN. Jurnal Tuberkulosis, vol.8, maret.Ratnasari, Nita Y. 2012 Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Pada Penderitatuberkulosis Paru (Tb Paru) Di Balai Pengobatan Penyakit Paru (Bp4) Yogyakarta Unit Minggiran. Jurrnal Tuberkulosis, Vol.8, maret.Yustina, Ida. 2004. Mencapai Kebahagiaan di Usia Lanjut.Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.Suharwati, dkk. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Morbiditas Balita Di Desa Klampar Kec.Proppo Kab.Pamekasan.Malang: FIS Universitas Negeri Malang.Lembaga Demografi FEUI.2010.Dasar-Dasar Demografi.Jakarta: Salemba Empat.